Manajemen Risiko dan Permainan Ular Tangga
Apa hubungannya antara permainan ular tangga dengan melaksanakan manajemen risiko di tempat kerja?
Menjalankan manajemen risiko di tempat kerja ternyata memiliki strategi yang sama dengan saat kita bermain permainan ular tangga. Menjalankan manajemen risiko dimulai dengan menetapkan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai organisasi. Sasaran/ tujuan organisasi bisa tercapai atau terhambat, atau tidak tercapai sama sekali, atau tercapai lebih cepat tergantung bagaimana kita mengelola risiko. Seperti yang kita pahami bahwa risiko adalah dampak dari ketidakpastian yang mempengaruhi pencapaian sasaran. Namun menurut penulis, risiko adalah hasil kajian mengenai dampak dari suatu ketidakpastian yang mungkin timbul di dalam menetapkan suatu sasaran dan mencapainya.
Goal dari permainan ular tangga sama seperti sasaran yang ingin kita capai dari organisasi. Seseorang dianggap sukses apabila mampu melihat dan menetapkan strategi yang tepat dalam memitigasi "ular" dan "tangga" yang ada. Kemampuan kita untuk dapat memitigasi sangat dipengaruhi seberapa banyak informasi yang kita miliki saat akan melintasi jalan yang akan ditempuh. Namun berbeda dengan bermain ular tangga, kita seharusnya mampu menetapkan berapa langkah yang akan diambil bukan dengan melakukan gambling sehingga besar kemungkinan untuk terperosok pada ular dan membuat sasaran kita menjadi terhambat.
Gambar 1. Ilustrasi permainan ular tangga dengan aspek K3 didalamnya
Di dunia K3, ular sering dianggap sebagai lagging indicator, faktor yang menghambat pencapaian sasaran K3. Lalu, apakah sasaran K3 itu? Apakah Zero Accident? Menurut penulis, zero accident tidak dapat dijadikan sebagai acuan sasaran K3, karena dianggap absurd. Sasaran Zero Accident lebih tepat dituangkan dengan pencapaian Safe Manhours, karena Safe Manhours lebih bisa terukur dan jelas batasan waktunya. Lagging Indicator lainnya bisa berupa insiden baik yang ringan, berat, kecacatan, fatality, maupun penyakit akibat kerja (PAK).
Leading Indicator disebut sebagai faktor pemampu. Sesuai teori swiss cheese, leading indicator ini dianggap sebagai barier atau upaya yang bisa kita lakukan untuk dapat mempercepat pencapaian sasaran K3. Secara teori ada 2 cara dalam mencegah terjadinya insiden, yaitu menemukan sebanyk mungkin ketidakpastian di tempat kerja (beberapa disiplin ilmu lain menyebut ini sebagai kondisi substandard, eror, hazard, danger, atau potensi bahaya), atau dengan memperbanyak barier sehingga mampu meminimalkan hazard untuk dapat menimbulkan suatu insiden. Leading indicator prakteknya dapat berupa kegiatan K3 yang dapat dilaksanakan di tempat kerja sesuai dengan program kerja perusahaan dan sektor bisnisnya, misalnya : safety patrol, safety induction, work permit system, management walktrough, dan lain sebagainya.